TASBIH
DAN SALIB DIANTARA CINTA
“Cukup! Aku ngga
butuh komentar apapun dari mulut kalian!”
“Tapi Yos,
sebagai teman kita cuma pengen…”
“Kalian fikir
aku mau seperti ini? Kalian fikir aku mau mencintai dia? Engga! Aku engga mau!
Bukankah cinta berasal dari Tuhan? Dan Tuhan yang mentakdirkan aku mencintai
Firman.”
“Tapi tidak
dengan cara kamu menjual Tuhan! Apapun alasannya! Apalagi soal cinta.”
“Menjual Tuhan?
Kami hanya saling mencintai bukannya ingkar terhadap Tuhan! Dan bukankah kalian
itu bukan Tuhan yang bisa menghakimi aku seperti ini?”
“Pasangan
bodoh!”
><><><
Cinta itu naluriah. Siapa yang tahu kalau ternyata
cinta ku adalah kamu. Seorang laki-laki dari keluarga islam yang taat. Aku
tidak pernah menyesal mengenalmu. Walaupun beribu orang mengatakan kita
pasangan bodoh. Dosakah apabila kita saling merindu? Dosakah apabila kita
berharap menyatu? Cinta yang menghampiri kita, bukan kita yang mengemisnya.
Cinta itu Anugrah. Cinta adalah dasar pondasi hidup.
Allah menganugrahkan cinta yang begitu menggebu padaku untuk ku titipkan dalam
hati mu, seorang gadis dari keluarga protestan yang taat. Aku juga tidak pernah
menyesal mengenal mu. Membiarkan hati ini bergejolak dihati mu. Andai mereka
mengerti…
><><><
“Firmann?”
“Ya..”
“Apakah kita ini
pasangan bodoh?”
“Apa menurut mu
begitu?”
Yossy
menggeleng.
“Mereka hanya
tidak mengerti Yos.”
“Apakah kita
berdosa apabila kita saling merindu?”
“Entahlah. Aku
rasa tidak. Jangan hiraukan ucapan mereka, mereka hanya tidak mengerti apa yang
kita rasa.”
Yossy mengangguk
pelan.
><><><
Aku Yossy, aku tidak mengerti
mengapa takdir membawa ku ke kota ini dan mempertemukan ku dengan Firman?
Laki-laki yang mampu menaklukan hati ku. Aku sering bertanya kepada Tuhan,
“Tuhan, mengapa
harus dia?”
Aku tahu Tuhan
tidak mungkin mentakdirkan sesuatu tanpa maksut. Dan aku yakin, maksut Tuhan
adalah untuk mempersatukan perbedaan diantara aku dan Firman. Menjadikan
perbedaan itu indah dan membuat kita saling melengkapi satu sama lain.
“Yossy?” suara
ibu membuyarkan lamunan ku.
Aku menengok.
“Lusa kita akan
pindah ke Surabaya, ayah dimutasi kesana.”
“Tapi bu,
bagaimana dengan sekolah ku? Dan Firman?”
“Firman? Lupakan
pemuda itu Yos, dia berbeda dengan kita! Dan soal sekolah mu, ibu sudah
mengurus surat-surat pindahnya.”
“Tapi bu, aku
mencintai Firman.”
“Ini bukan lagi
soal cinta Yos, ini soal Tuhan! Kamu ngga mau kan Tuhan marah padamu? Lagi pula
kamu masih terlalu kecil untuk mengerti cinta. Firman hanya cinta monyet mu
Yos. Lusa kita ke Surabaya dan kamu akan mampu melupakannya. Percaya sama ibu.”
Yossy terdiam mematung tanpa
menjawab. Ia tidak menyanggah atau mengiyakan ucapan ibunya. Dalam hatinya
bergejolak. Ia sangat mencintai Firman. Entah cinta apakah ini? Cinta monyet?
Atau cinta gorila? Tapi seandainya mencintai Firman adalah sebuah kesalahan,
aku harap ibu benar, aku akan ke Surabaya dan melupakannya.
><><><
Dear
Firman,
Firman,
seandainya bertemu dengan mu dan mengucapkan kata selamat tinggal semudah
membalikan telapak tangan, aku akan lalukan Fir! Aku akan melakukannya untuk
mu. Tapi itu ngga mudah, terselesaikannya surat ini pun ngga mudah. Namun setidaknya, merangkai kata menjadi suatu
tulisan lebih mudah dari pada berbicara dan menatap kedua matamu yang indah.
Sebenarnya, perpisahan ini tidak ada apa-apanya dibandingkan perpisahan yang
akan kita jalani kelak apabila kita tetap bersama. Aku tidak pernah bohong
mengenai perasaan ku, aku mencintai mu Fir. Entahlah, apakah mencintai mu
adalah sebuah kesalahan? Kalau iya, itu adalah kesalahan terindah yang pernah
aku lakukan.
Yossy
“Kamu ngga boleh
pergi Yossy! Kita harus perjuangin ini sama-sama! Berpegangan tangan dan
memanjat tebing perbedaan yang menjulang!”
><><><
“Selamat tinggal
Jakarta, selamat tinggal mall-mall, selamat tinggal jalanan macet, selamat tinggal
udara panas, dan.. selamat tinggal Firman.”
Mobil yang membawa keluarga Yossy
meluncur membelah jalanan ibu kota menuju bandara soekarno-hatta. Sesekali
Yossy menengok ke belakang, dalam hati ia berharap Firman menyusulnya ke
Bandara.
“Yossy ayo cepat,
pesawatnya akan landing sebentar lagi.”
“Hmmm ya bu.”
><><><
“Aku ngga boleh
terlambat! Yossy ngga boleh pergi! Yossy.. tunggu aku..!!”
Firman datang 1
menit setelah pesawat Yossy landing. Andai
saja Firman 1 menit lebih cepat. Andai saja pesawatnya landing 1 menit lebih lambat. Andai saja Yossy mengurungkan niatnya
1 menit yang lalu. Andai saja..
“Aku terlambat!
Aku terlambattttt…!!! Aku terlambattttttttttttttttt!!! Tapi aku janji, ya aku
janji aku akan selalu nunggu kamu Yos! Aku yakin kamu akan kembali dan
perjuangkan cinta kita lagi! kamu akan kembali Yos! Aku yakinn!”
><><><
SELAMAT DATANG DI KOTA SURABAYA,
Yossy membaca tulisan besar yang terpampang di jalanan. Hatinya masih
bergejolak. Separuh dari dirinya seperti hilang. Mungkin bukan hilang, tapi
tertinggal di Jakarta.
“Kita sudah
sampai Yos, ayo turun. Ini rumah baru kita.” Ajak ayah.
“Sebenarnya Surabaya
tidak terlalu buruk. Namun... disini tidak ada Firman.”
“Apa? Firman?”
Yossy tidak
menyahut.
“Yossy kamu tahu
kan nak dia berbeda dengan kita. Kamu tahu kan Tuhan tidak suka kamu begini.
Lupakan Firman Yos!”
><><><
Malam semakin larut. Angin dingin
berlomba-lomba masuk melalui celah kecil pada jendela kamar Firman. Laki-laki
itu belum tidur. Perasaan bergejolak dihatinya membuat kedua matanya enggan
terlelap.
“Subhanallah,
walhamdulillah, walaaillahailallah, wallahuakbar.”
Mulutnya tak
henti-hentiya mengucap kalimat-kalimat Allah. Jari-jemarinya begitu luwes
memainkan tasbih. Dia percaya, hanya dengan mendekatkan diri kepada Allah lah
hatinya bisa terasa tenang.
Firman
menengadahkan kedua tangannya.
“Ya Allah, jika
Yossy adalah tulang rusuk ku, jika Yossy ibu dari anak-anak ku kelak, dan jika
Yossy lah nama yang telah kau tuliskan untuk ku sejak aku di dalam rahim,
dekatkan lah kami ya Allah, ridho’i kami untuk bersama. Amin.”
><><><
Di tempat lain Yossy merasakan hal
yang sama. Cinta ini terlalu menggebu untuk dapat ku bunuh. Semakin aku coba
membunuhnya, semakin besar cinta ku padanya. Adanya jarak diantara kita tidak
membuat rasa ini hilang, bahkan rindu yang tercipta membuat cinta ini semakin
tumbuh, berkembang, dan membesar.
“Firman, kok perasaan aku ngga enak ya? Seperti ada
sesuatu yang bergejolak di dalamnya.”
“Kata ibu ku, dengan mengucap kalimat-kalimat Allah
hati ini akan terasa tenang dan tentram.”
“Oh ya? Seperti apa?”
“Subhanallah, Walhamdulillah, Walaaillahailallah,
Wallahuakbar.”
Yossy tersenyum.
“Kamu bisa lakukan apa yang ibu mu ajarkan tentang
Tuhan mu.”
Yossy mengambil gitar dan menyanyikan lagu-lagu
nasyid untuk puji-pujian terhadap Tuhan.
Firman tersenyum.
“Doa dan permohonan kita sama, tapi kita meminta
kepada Tuhan yang berbeda.”
“Yossy, sebenarnya Tuhan itu cuma 1, kita saja yang
menyebut-Nya dengan nama yang berbeda.”
Yossy tersenyum.
“Awwwww
sakitt..” gigitan nyamuk dikaki Yossy membuyarkan lamunannya.
Yossy meraih
gitarnya, menyanyikan 1 lagu nasyid untuk memuja Tuhannya. Dia menghadapkan
tubuhnya ke patung salib yang diletakkan rapi di dinding kamarnya lalu
dilanjutkan dengan melipat kedua tangan.
“Tuhan, apabila
Firman adalah pasangan yang kau takdirkan untuk ku, dekatkanlah kami. Aku
yakin, takdir mu lebih indah dari semua yang ku inginkan.”
><><><
5 Tahun berlalu…
“Ayah ngga
nyangka kamu sudah menjadi sarjana Man.”
“Ini semua kan
berkat ayah dan ibu juga. Firman ngga bisa seperti ini tanpa doa ayah dan ibu.”
“Tapi Man, kamu
yakin mau mengambil tawaran itu? Lumayan jauh lho Man ” Tanya ibu.
“Ini kesempatan
besar bu, Firman kan sudah besar, anak laki-laki pula, masa ayah dan ibu belum
bisa memberikan kepercayaan itu kepada Firman . ”
“Anak kita
memang sudah bujang bu.”
“Dimana pun kamu
berada semoga Allah selalu bersama mu nak.” Ujar ibu.
“Aminn bu.”
><><><
“Yossy, kamu
kemana aja sih? Jam segini baru dateng!” Tanya Vena.
“Aku ngga dapet
angkutan umum Ven.”
“Yaudah kamu cepet taruh naskahnya di meja pak
Andre mumpung pak Andre belum datang.”
Yossy
mengangguk.
><><><
“Apa seperti ini
kebiasaan pegawai kantor ini?” ucap seorang laki-laki yang ada di dalam ruangan
pak Andre.
“Maaf bapak
siapa?”
Laki-laki itu
membalikan badannya. Ketika itu juga Yossy terbelalak. Bola matanya serasa akan
loncat dari kelopak mata. Hal itu juga terjadi pada laki-laki itu, dia tampak
terkejut melihat Yossy.
“Yossy?”
“Firman?”
Tanpa banyak
berkata-kata mereka saling berpelukan. Firman mencium kening Yossy. Ia sangat
menantikan saat-saat ini. Firman meraih sesuatu yang menyangkut di kerah kemeja
Yossy.
Yossy tersenyum.
Firman makin
bingung. Setahu dia 5 tahun yang lalu sesuatu yang melingkar di lehernya itu
lambang salib. Yossy tak memberikan jawaban apa-apa. Ia memeluk Firman sekali
lagi dan berbisik ditelinga Firman.
“Ashaduallaaillahailallah
wa ashaduannamuhammadarosulullah”
><><><
subhanallah...
BalasHapussemoga cerita ini bisa menjadi cerita ku juga cuma perbedaannya, aku berjilbab dan dia berkalung salib :)