Sabtu, 22 Desember 2012

SALIB BERKALUNG TASBIH


  

TASBIH DAN SALIB DIANTARA CINTA

“Cukup! Aku ngga butuh komentar apapun dari mulut kalian!”
“Tapi Yos, sebagai teman kita cuma pengen…”
“Kalian fikir aku mau seperti ini? Kalian fikir aku mau mencintai dia? Engga! Aku engga mau! Bukankah cinta berasal dari Tuhan? Dan Tuhan yang mentakdirkan aku mencintai Firman.”
“Tapi tidak dengan cara kamu menjual Tuhan! Apapun alasannya! Apalagi soal cinta.”
“Menjual Tuhan? Kami hanya saling mencintai bukannya ingkar terhadap Tuhan! Dan bukankah kalian itu bukan Tuhan yang bisa menghakimi aku seperti ini?”
“Pasangan bodoh!”

><><>< 

Cinta itu naluriah. Siapa yang tahu kalau ternyata cinta ku adalah kamu. Seorang laki-laki dari keluarga islam yang taat. Aku tidak pernah menyesal mengenalmu. Walaupun beribu orang mengatakan kita pasangan bodoh. Dosakah apabila kita saling merindu? Dosakah apabila kita berharap menyatu? Cinta yang menghampiri kita, bukan kita yang mengemisnya.

Cinta itu Anugrah. Cinta adalah dasar pondasi hidup. Allah menganugrahkan cinta yang begitu menggebu padaku untuk ku titipkan dalam hati mu, seorang gadis dari keluarga protestan yang taat. Aku juga tidak pernah menyesal mengenal mu. Membiarkan hati ini bergejolak dihati mu. Andai mereka mengerti…

><><>< 

“Firmann?”
“Ya..”
“Apakah kita ini pasangan bodoh?”
“Apa menurut mu begitu?”
Yossy menggeleng.
“Mereka hanya tidak mengerti Yos.”
“Apakah kita berdosa apabila kita saling merindu?”
“Entahlah. Aku rasa tidak. Jangan hiraukan ucapan mereka, mereka hanya tidak mengerti apa yang kita rasa.”
Yossy mengangguk pelan.

><><>< 

            Aku Yossy, aku tidak mengerti mengapa takdir membawa ku ke kota ini dan mempertemukan ku dengan Firman? Laki-laki yang mampu menaklukan hati ku. Aku sering bertanya kepada Tuhan,
“Tuhan, mengapa harus dia?”
Aku tahu Tuhan tidak mungkin mentakdirkan sesuatu tanpa maksut. Dan aku yakin, maksut Tuhan adalah untuk mempersatukan perbedaan diantara aku dan Firman. Menjadikan perbedaan itu indah dan membuat kita saling melengkapi satu sama lain.
“Yossy?” suara ibu membuyarkan lamunan ku.
Aku menengok.
“Lusa kita akan pindah ke Surabaya, ayah dimutasi kesana.”
“Tapi bu, bagaimana dengan sekolah ku? Dan Firman?”
“Firman? Lupakan pemuda itu Yos, dia berbeda dengan kita! Dan soal sekolah mu, ibu sudah mengurus surat-surat pindahnya.”
“Tapi bu, aku mencintai Firman.”
“Ini bukan lagi soal cinta Yos, ini soal Tuhan! Kamu ngga mau kan Tuhan marah padamu? Lagi pula kamu masih terlalu kecil untuk mengerti cinta. Firman hanya cinta monyet mu Yos. Lusa kita ke Surabaya dan kamu akan mampu melupakannya. Percaya sama ibu.”
            Yossy terdiam mematung tanpa menjawab. Ia tidak menyanggah atau mengiyakan ucapan ibunya. Dalam hatinya bergejolak. Ia sangat mencintai Firman. Entah cinta apakah ini? Cinta monyet? Atau cinta gorila? Tapi seandainya mencintai Firman adalah sebuah kesalahan, aku harap ibu benar, aku akan ke Surabaya dan melupakannya.

><><>< 

Dear Firman,
Firman, seandainya bertemu dengan mu dan mengucapkan kata selamat tinggal semudah membalikan telapak tangan, aku akan lalukan Fir! Aku akan melakukannya untuk mu. Tapi itu ngga mudah, terselesaikannya surat ini pun ngga mudah. Namun  setidaknya, merangkai kata menjadi suatu tulisan lebih mudah dari pada berbicara dan menatap kedua matamu yang indah. Sebenarnya, perpisahan ini tidak ada apa-apanya dibandingkan perpisahan yang akan kita jalani kelak apabila kita tetap bersama. Aku tidak pernah bohong mengenai perasaan ku, aku mencintai mu Fir. Entahlah, apakah mencintai mu adalah sebuah kesalahan? Kalau iya, itu adalah kesalahan terindah yang pernah aku lakukan.
Yossy

“Kamu ngga boleh pergi Yossy! Kita harus perjuangin ini sama-sama! Berpegangan tangan dan memanjat tebing perbedaan yang menjulang!”

><><>< 

“Selamat tinggal Jakarta, selamat tinggal mall-mall, selamat tinggal jalanan macet, selamat tinggal udara panas, dan.. selamat tinggal Firman.”
            Mobil yang membawa keluarga Yossy meluncur membelah jalanan ibu kota menuju bandara soekarno-hatta. Sesekali Yossy menengok ke belakang, dalam hati ia berharap Firman menyusulnya ke Bandara.
“Yossy ayo cepat, pesawatnya akan landing  sebentar lagi.”
“Hmmm ya bu.”

><><>< 

“Aku ngga boleh terlambat! Yossy ngga boleh pergi! Yossy.. tunggu aku..!!”
Firman datang 1 menit setelah pesawat Yossy landing. Andai saja Firman 1 menit lebih cepat. Andai saja pesawatnya landing 1 menit lebih lambat. Andai saja Yossy mengurungkan niatnya 1 menit yang lalu. Andai saja..
“Aku terlambat! Aku terlambattttt…!!! Aku terlambattttttttttttttttt!!! Tapi aku janji, ya aku janji aku akan selalu nunggu kamu Yos! Aku yakin kamu akan kembali dan perjuangkan cinta kita lagi! kamu akan kembali Yos! Aku yakinn!”

><><>< 

            SELAMAT DATANG DI KOTA SURABAYA, Yossy membaca tulisan besar yang terpampang di jalanan. Hatinya masih bergejolak. Separuh dari dirinya seperti hilang. Mungkin bukan hilang, tapi tertinggal di Jakarta.
“Kita sudah sampai Yos, ayo turun. Ini rumah baru kita.” Ajak ayah.
“Sebenarnya Surabaya tidak terlalu buruk. Namun... disini tidak ada Firman.”
“Apa? Firman?”
Yossy tidak menyahut.
“Yossy kamu tahu kan nak dia berbeda dengan kita. Kamu tahu kan Tuhan tidak suka kamu begini. Lupakan Firman Yos!”

><><>< 

            Malam semakin larut. Angin dingin berlomba-lomba masuk melalui celah kecil pada jendela kamar Firman. Laki-laki itu belum tidur. Perasaan bergejolak dihatinya membuat kedua matanya enggan terlelap.
“Subhanallah, walhamdulillah, walaaillahailallah, wallahuakbar.”
Mulutnya tak henti-hentiya mengucap kalimat-kalimat Allah. Jari-jemarinya begitu luwes memainkan tasbih. Dia percaya, hanya dengan mendekatkan diri kepada Allah lah hatinya bisa terasa tenang.
Firman menengadahkan kedua tangannya.
“Ya Allah, jika Yossy adalah tulang rusuk ku, jika Yossy ibu dari anak-anak ku kelak, dan jika Yossy lah nama yang telah kau tuliskan untuk ku sejak aku di dalam rahim, dekatkan lah kami ya Allah, ridho’i kami untuk bersama. Amin.”

><><>< 

            Di tempat lain Yossy merasakan hal yang sama. Cinta ini terlalu menggebu untuk dapat ku bunuh. Semakin aku coba membunuhnya, semakin besar cinta ku padanya. Adanya jarak diantara kita tidak membuat rasa ini hilang, bahkan rindu yang tercipta membuat cinta ini semakin tumbuh, berkembang, dan membesar.
“Firman, kok perasaan aku ngga enak ya? Seperti ada sesuatu yang bergejolak di dalamnya.”
“Kata ibu ku, dengan mengucap kalimat-kalimat Allah hati ini akan terasa tenang dan tentram.”
“Oh ya? Seperti apa?”
“Subhanallah, Walhamdulillah, Walaaillahailallah, Wallahuakbar.”
Yossy tersenyum.
“Kamu bisa lakukan apa yang ibu mu ajarkan tentang Tuhan mu.”
Yossy mengambil gitar dan menyanyikan lagu-lagu nasyid untuk puji-pujian terhadap Tuhan.
Firman tersenyum.
“Doa dan permohonan kita sama, tapi kita meminta kepada Tuhan yang berbeda.”
“Yossy, sebenarnya Tuhan itu cuma 1, kita saja yang menyebut-Nya dengan nama yang berbeda.”
Yossy tersenyum.

“Awwwww sakitt..” gigitan nyamuk dikaki Yossy membuyarkan lamunannya.
Yossy meraih gitarnya, menyanyikan 1 lagu nasyid untuk memuja Tuhannya. Dia menghadapkan tubuhnya ke patung salib yang diletakkan rapi di dinding kamarnya lalu dilanjutkan dengan melipat kedua tangan.
“Tuhan, apabila Firman adalah pasangan yang kau takdirkan untuk ku, dekatkanlah kami. Aku yakin, takdir mu lebih indah dari semua yang ku inginkan.”

><><>< 

5 Tahun berlalu…
“Ayah ngga nyangka kamu sudah menjadi sarjana Man.”
“Ini semua kan berkat ayah dan ibu juga. Firman ngga bisa seperti ini tanpa doa ayah dan ibu.”
“Tapi Man, kamu yakin mau mengambil tawaran itu? Lumayan jauh lho Man ” Tanya ibu.
“Ini kesempatan besar bu, Firman kan sudah besar, anak laki-laki pula, masa ayah dan ibu belum bisa memberikan kepercayaan itu kepada Firman . ”
“Anak kita memang sudah bujang bu.”
“Dimana pun kamu berada semoga Allah selalu bersama mu nak.” Ujar ibu.
“Aminn bu.”

><><>< 

“Yossy, kamu kemana aja sih? Jam segini baru dateng!” Tanya Vena.
“Aku ngga dapet angkutan umum Ven.”
 “Yaudah kamu cepet taruh naskahnya di meja pak Andre mumpung pak Andre belum datang.”
Yossy mengangguk.

><><>< 

“Apa seperti ini kebiasaan pegawai kantor ini?” ucap seorang laki-laki yang ada di dalam ruangan pak Andre.
“Maaf bapak siapa?”
Laki-laki itu membalikan badannya. Ketika itu juga Yossy terbelalak. Bola matanya serasa akan loncat dari kelopak mata. Hal itu juga terjadi pada laki-laki itu, dia tampak terkejut melihat Yossy.
“Yossy?”
“Firman?”
Tanpa banyak berkata-kata mereka saling berpelukan. Firman mencium kening Yossy. Ia sangat menantikan saat-saat ini. Firman meraih sesuatu yang menyangkut di kerah kemeja Yossy.
Yossy tersenyum.
Firman makin bingung. Setahu dia 5 tahun yang lalu sesuatu yang melingkar di lehernya itu lambang salib. Yossy tak memberikan jawaban apa-apa. Ia memeluk Firman sekali lagi dan berbisik ditelinga Firman.
“Ashaduallaaillahailallah wa ashaduannamuhammadarosulullah”

><><>< 

1 komentar:

  1. subhanallah...
    semoga cerita ini bisa menjadi cerita ku juga cuma perbedaannya, aku berjilbab dan dia berkalung salib :)

    BalasHapus